I. PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Indonesia sebagai negara maritim mempunyai potensi hasil
perikanan laut yang besar, sehingga prospek pengembangannya cukup cerah. Perhatian pemerintah dalam sektor
perikanan laut semakin besar dengan dibentuknya Departemen Kelautan dan
Perikanan. Hal ini dilakukan dalam rangka pemanfaatan dan pemeliharaan
potensi perikanan laut semaksimal mungkin sehingga dapat memenuhi kebutuhan
gizi masyarakat Indonesia dan dapat mempertinggi pemasukan devisa negara. Salah
satu pemanfaatan dan pelestarian potensi
sumberdaya laut adalah pembenihan dan budidaya ikan kerapu tikus (Cromileptes altivelis).
Ikan kerapu tikus merupakan salah satu komoditas perikanan
yang mempunyai nilai jual cukup mahal
dan peluang ekonomi yang baik di pasaran domestik maupun pasar
internasional. Dengan demikian pengembangan
usaha budidaya kerapu tikus mempunyai prospek yang sangat cerah. Melihat
prospeknya yang cerah dan peluang pasar yang cukup besar. Harga kerapu tikus di pasar lokal
mencapai Rp.350.000 - Rp.400.000/kg. ketika berukuran kecil antara 4 - 5 cm, kerapu tikus dijadikan ikan
hias, yang harganya Rp.5.000 - Rp.7.000. (Kordi, 2011)
Usaha pembenihan
sangat perlu untuk dikembangkan karena benih hasil tangkapan dari alam semakin
berkurang karena itu untuk memenuhi permintaan pasar yang semkin meningkat
perlu dilakukan pengembangan pembenihan yang bertujuan untuk mencukupi
permintaan benih secara kontinyu dan kearah pelestarian populasi di alam akibat
penangkapan intesif. Untuk menjamin produksi benih yang berkelanjutan diperlukan
ketersediaan telur berkualitas baik. Hal ini dapat dicapai melalui pemeliharaan induk dan
pematangan gonad ikan secara terkontrol. pematangan gonad dan pemijahan dapat
dirangsang melalui manipulasi lingkungan yaitu dengan cara menaik turunkan
ketinggian permukaan air di dalam bak pemeliharaan.
1.2 Tujuan dan kegunaan
1.2.1 Tujuan
Penulisan tugas akhir ini untuk
mengetahui teknik pematangan gonad dan pemijahan ikan kerapu tikus dalam bak
terkontrol melalui manipulasi faktor lingkungan.
1.2.2 Kegunaan
Tulisan tugas akhir ini diharapkan dapat sebagai
bahan informasi dan acuan tentang teknik pematangan gonad dan pemijahan ikan
kerapu tikus melalui manipulasi faktor lingkungan.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Beberapa Aspek Biologi Ikan Kerapu Tikus
2.1.1 Klasifikasi
Sistematika
ikan
kerapu
tikus (Cromileptes altivelis) menurut
Randall (1987), sebagai berikut:
Filum
|
: Chordata
|
Subfilum
|
: Vertebrata
|
Class
|
:
Osteichtyes
|
Ordo
|
:
Percomorphi
|
Subordo
|
: Percoidae
|
Famili
|
: Serranidae
|
Subfamily
|
: Ephinephelinae
|
Genus
|
: Chormileptes
|
Species
|
: Chormileptes artivelis
|
Di
Indonesia ikan kerapu tikus juga dikenal sebagai ikan kerapu bebek. Dalam dunia
internasioal biasa juga disebut “ panther
fish “ dan pada benih berukuran 4-5 cm dapat menjadi ikan hias air laut
yang bias disebut “grece celly”. Dengan mengetahui, biologi ikan kerapu tikus (Cromileptes altivelis) maka usaha
pembangunan teknologi budidaya ikan kerapu tikus dapat tercapai sehingga dapat mendukung
kegiatan budidaya ikan yang saat ini sangat berkembang.
2.1.2 Morfologi Ikan Kerapu Tikus
Menurut Akbar dan Sudaryanto (2001), dilihat
dari bentuk morfologi, ikan kerapu tikus memiliki bentuk badan memanjang gepeng
dan bentuk sirif ekor berbentuk bulat. Bentuk
pipih (compressed) dimana bagian kepala lebih rendah dari bagian punggung,
ukuran tebal tubuh antara 2,6-3,0 inchi, tidak memiliki gigi taring, lubang
hidung posterior berbentuk bulan sabit dengan celah vertical, mulut berbentuk
rounded. Ciri-ciri lainnya adalah
tidak mempunyai gigi taring (canine), warna kulit abu-abu terang kehijauan
dengan bintik-bintik hitam, kerapu ini sering juga di sebut dengan kerapu
tikus. Kerapu tikus mempunyai sisik berbentuk
sikloid, deskripsi sirip punggung (dorsal
fin), 17-18, Sirip dubur (anal fin)
3-10, sirip dada (fectoral fin)
17-18, sirip ekor membulat, sisik garis linea lateralis 53-55.
Selanjutnya bentuk badan ikan kerapu tikus memanjang gepeng atau agak membulat,
luasan antar pusat (kepala) cenderung cekung. Kepala ikan dewasa terdapat lekukan mata yang
cekung sampai sirip punggung. Ketebalan tubuh sekitar 6,6-7,6 cm dari panjang spesifik. Panjang maksimal
tubuhnya mencapai 70 cm. Ikan ini tidak mempunyai gigi canine (gigi pada
geraham ikan). Lubang hidung besar berbentuk bulan sabit vertikal. Seluruh
permukaan tubuh kerapu bebek berwarna putih (terang) hijau keabuan, berbintik
bulat hitam dilengkapi sirip renang berbentuk melebar serta moncong kepala lancip
menyerupai bebek atau tikus. Kerapu tikus muda, bintik hitamnya lebih besar dengan jumlah
sedikit.
Morfologi dari ikan kerapu tikus dapat dilihat pada
Gambar 1. Dibawah ini:
Gambar 1. Morfologi
ikan kerapu tikus (Cromileptes
altivelis).
Keterangan :
A.
Mulut
|
D. Sirip dada
|
G. Sirip Ekor
|
B.
Mata
|
E. Sirip perut
|
H. Sirip punggun
|
C. Tutup
insang
|
F. Sirip anal
|
2. 2. Habit dan Penyebaran
Ikan kerapu tikus adalah jenis ikan laut yang dapat
ditemukan di daerah subtropika dan tropika
dari seluruh daerah lautan. Kebanyakan spesies ini tinggal di daerah karang,
karang mati atau karang berlumpur. Ikan kerapu tikus ini sering pula ditemukan
di daerah pasang dan di laut dengan kedalaman sekitar 40 m. Distribusi
geografis ikan kerapu tikus dimulai dari pasifik selatan hingga pulau, Guam,
New Caledonia dan Selatan Australia. Pada bagian timur Samudra Hindia dimulai dari barat
Australia dan Nicobars. Sedangkan pada kepulauan Indonesia tersebar di Riau,
Jawa, Bali, NTB, Sulawesi, Maluku dan Papua (Sudirman dan Yusri, 2008).
Kerapu muda biasanya
hidup di perairan karang pantai dengan kedalaman 0,5-3 meter, setelah menginjak
dewasa beruaya (berpindah) ke perairan yang lebih dalam yakni di kedalaman 7
- 40
meter. Biasanya perpindahan ini berlangsung pada siang dan sore hari. Telur dan
larva kerapu bersifat pelagis (berada di kolom air). Sementara itu, kerapu muda
hingga dewasa bersifat demersal/berdiam di dasar kolam (Tampubolon dan Mulyadi,
1989).
2. 3 Pakan Dan Kebiasaan Makan
Kerapu tikus adalah jenis ikan karnivora, pemakan ikan-ikan
kecil, kepiting, dan udang-udangan. Ikan ini juga tanggap terhadap pakan
buatan asalkan dilatih terlebih dahulu. Kerapu tikus juga mempunyai kecenderungan bersifat
kanibal, namun sifat kanibal ikan kerapu
tikus tidak seperti jenis kerapu lainnya dikarenakan lebar bukaan mulut kerapu
tikus lebih kecil.
Ikan kerapu secara umum dikenal sebagai hewan karnivora
yang buas dan rakus memakan berbagai jenis ikan, krustasea dan juga memakan
cepalopoda (cumi-cumi). Ikan kerapu mempunyai kebiasaan makan pada siang dan
malam hari dan lebih aktif pada waktu fajar dan senja hari (Tompubulon dan Muyadi,
1989).
2.
4 Siklus
Reproduksi dan Kematangan Gonad
Ikan
kerapu merupakan jenis ikan bertipe hermaprodit protogini, dimana proses
diferensiasi gonadnya berjalan dari fase betina ke fase jantan atau ikan kerapu
ini memulai siklus hidupnya sebagai ikan betina kemudian berubah menjadi ikan
jantan. Fenomena perubahan jenis kelamin pada ikan kerapu sangat erat
hubungannya dengan aktivitas pemijahan, umur, ukuran dan jenisnya. Perubahan
kelamin sangat dipengaruhi oleh ukuran, umur, dan jenisnya, maka tiap jenis
kerapu mengalami kematangan gonad pada ukuran dan umur yang berbeda pula.
transisi dari betina ke jantan terjadi setelah mencapai umur 2,0 – 2,5 tahun.
Pada umur 1,5 – 2,5 tahun, biasanya ikan masih berkelamin betina. Adapun umur
ikan-ikan yang berumur 2,5 tahun ke atas berkelamin jantan.(Kordi, 2011)
2.
5 Pematangan Gonad dan Pemijahan
Tingkat kematangan gonad merupakan dari proses reproduksi
ikan, dimana waktu memijah terjadi perubahan warna, bentuk dan berat gonad
(Nybakken, 1988). Tingkat pematangan gonad induk kerapu tikus dapat dilakukan
dengan tiga cara yaitu manipulasi lingkungan, pakan dan hormon.
Pemijahan adalah proses pengeluaran sel telur oleh induk betina
dan sperma oleh induk jantan yang kemudian diikuti dengan pembuahan. Pemijahan
sebagai salah satu fase dari reproduksi merupakan mata rantai siklus hidup yang
menentukan kelangsungan hidup spesies. Pemijahan terdiri dari proses kopulasi
(memilih pasangan dan bercumbu), ovulasi/spermiasi dan fertilisasi (Kordi dan
Tamsil, 2010).
Selanjutnya ikan kerapu dapat dipijahkan
secara alami yaitu dengan cara
membiarkan ikan memijah sendiri dan Pemijahan buatan yaitu dengan
menggunakan teknik hypofisa,
merangsang induk ikan dengan menambahkan sejumlah hormon gonadotropin.
Pasangan
induk yang telah matang gonad
bila disatukan, akan segera memijah akan tetapi ada beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi pemijahan tersebut. Pertama
yaitu musim pemijahan, letak geografis dan kondisi lingkungan dimana induk
berada. Musim pemijahan ikan kerapu
tikus diteluk banten antara bulan juni-september di dalam keramba jaring apung
dan bak terkontrol antara bulan Maret – Desember.
Awal pemijahan biasanya terjadi pada bulan gelap,
yaitu minus 3 sampai plus 5 awal bulan Induk ikan kerapu tikus bila terlambat memijah akan menyimpan telurnya
dalam gonad selama 1-2 bulan, bila bulan berikutnya tidak memijah maka telur
akan diabsorsi kembali. (Sudaryanto dan Winjoyo,
1999).
Ikan kerapu di habitat aslinya,
kerapu melakukan pemijahan pada malam hari, yakni antara pukul 20.00 hingga
03.00. Biasanya, kerapu jantan akan berenang berputar-putar mengikuti kerapu
betina. Setelah kerapu betina mengeluarkan telurnya, kerapu jantan akan
mengeluarkan spermanya kemudian telur akan dibuahi oleh sperma. (Subyakto dan Cahyaningsih, 2003)
2.
6 Kualitas Air
Parameter kualitas air sangat menentukan
layaknya suatu perairan sebagai lingkungan hidup suatu organisme. Beberapa
parameter kualitas air yang sangat penting untuk kelangsungan hidup ikan antara
lain suhu, salinitas, oksigan, dan derajat keasaman (pH).(Sunyoto, 1994)
Suhu adalah suatu besaran yang
menyatakan ukuran derajat panas atau dinginnya suatu benda. Menurut Sunyoto (1994)
Suhu perairan Indonesia berkisar pada 27 - 32 oC. Suhu air yang
optimal untuk selera makan ikan adalah 25 - 27 oC.
Salinitas adalah tingkat
keasinan atau kadar garam terlarut dalam air. Sunyoto, 1994) mengatakan bahwa
ikan kerapu menyenangi air laut yang berkadar garam 33 - 35 ppt. Sedangkan menurut Danakusumah (1998),
salinitas yang ideal untuk budidaya ikan kerapu adalah 27 - 34 ppt.
Oksigen terlarut yang ideal untuk
ikan kerapu tikus yaitu 4 - 7 ppm (Danakusumah, 1998). Sedangkan
Suitha dan Sudirman (1998) mengatakan bahwa oksigen terlarut untuk pemeliharaan
induk ikan kerapu pada bak permanen terkontrol yaitu 8 - 10 ppm.
Menurut sunyoto (1994) pada umumnya
pH air laut di perairan Indonesia 7,6 - 8,7. Sedangkan Danakusumah (1998)
mengatakan bahwa pH air laut yang ideal untuk budidaya ikan kerapu berkisar
antara 7,5 - 9,0.
III. METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat
Tugas akhir ini disusun berdasarkan hasil kegitan Pengalaman Kerja
Praktek Mahasiswa (PKPM) yang dilaksanakan pada Maret hingga Juni 2013 di Balai Budidaya
Air Payau Takalar (BBAPT), Desa Mappakalompo, Kecamatan Galesong, Kabupaten
Takalar, Sulawesi Selatan.
3.2 Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan
data dilakukan berdasarkan data hasil kegiatan pembenihan ikan kerapu terutama
data tentang teknik pematangan induk. Data hasil kegiatan PKPM sebagai data primer,
sedangkan data hasil konsultasi dengan pembimbing lapangan dan data dari hasil
penelusuran literatur digunakan sebagai
data sekunder.
A. Pengumpulan
data primer
v Data hasil pengukuran (pengamatan) terhadap kematangan gonad dan pemijahan yang
dilakukan setiap akhir bulan gelap
atau awal bulan purnama dalam setiap
bulan.
v Data hasil pengamatan digambarkan secara “deskriptif” lalu disajikan
dalam bentuk Tabel dan Gambar.
B. Pengumpulan data sekunder
Data sekunder diperoleh dari hasil
konsultasi dengan pembimbing di lapangan dan studi kepustakaan
(literatur) sebagai data penunjang dalam tulisan tugas akhir ini.
3.3
Alat dan Bahan
3.3.1 Alat
Peralatan yang digunakan dalam kegiatan pematangan gonad dan pemijahan
induk ikan kerapu melalui manipulasi
lingkungan seperti pada Tabel 1.
Tabel 1. Alat yang Digunakan dalam Pemeliharaan
Induk Ikan Kerapu Tikus di BBAP Takalar :
No
|
Alat
|
Spesifikasi
|
Kegunaan
|
1
|
Bak Induk
|
50 Ton
|
Bak
pemijahan
|
2
|
Bak kolektor
|
-
|
Bak
Penampungan telur
|
3
|
Canical tank
|
Volume 250 liter
|
Bak penampungan telur
|
4
|
Pompa
|
Inter Dab/3,4 pk
|
Sirkulasi air
|
5
|
Pipa
|
Inter/3-4 inci
|
Saluran air
|
6
|
Styerofoam
|
-
|
Wadah pencucian induk
|
7
|
Lemari Pendingin
|
Frezer
|
Menyimpan pakan
|
8
|
Timbangan
|
25 kg
|
induk dan pakan
|
9
|
Meteran
|
100 meter
|
Mengukuran induk
|
10
|
Pisau
|
Pemotong
|
Memotong pakan
|
11
|
Scop net telur
|
500 mikron
|
Panen telur
|
12
|
Gelas ukur
|
200 ml
|
Sampling
|
13
|
Pipet
|
1 ml
|
Menghitung telur
|
14
|
Ember
|
Volume 10 liter
|
Alat penunjang
|
15
|
Gayung
|
Volume 2
liter
|
Alat penunjang
|
16
|
Perlengkapan
aerasi
|
Blower
|
Suplai
oksigen
|
17
|
Sikat dan sapu karet
|
-
|
Membersihkan
bak
|
18
|
Selang spiral
|
-
|
Alat untuk
menyipon
|
Sumber : BBAP Takalar, 2013
3.3.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam pemeliharaan induk ikan kerapu tikus di Balai Budidaya Air Payau (BBAP) Takalar seperti pada Tabel 2:
Table 2. Bahan yang
digunakan dalam pemeliharaan Induk ikan kerapu tikus
di BBAP
Takalar :
No
|
Bahan
|
Kegunaan
|
1
|
Induk ikan kerapu tikus
|
Untuk
dipijahkan
|
2
|
Deterjen
|
Sterilisasi
wadah
|
3
|
Oksalit
|
Sterilisasi
wadah
|
4
|
Ikan rucah
|
Pakan induk ikan
kerapu
|
5
|
Cumi-cumi
|
Pakan induk ikan
kerapu
|
6
|
Air tawar
|
Pengobatan parasit
|
7
|
Enervon C
|
Vitamin untuk induk
ikan kerapu tikus
|
8
|
Nature E
|
Vitamin untuk induk
ikan kerapu tikus
|
Sumber : BBAP Takalar,
2013
3.4
Prosedur Kerja
3.4.1 Persiapan Wadah
Bak
pemeliharaan induk volume 50 ton sebelum digunaka terlebih dahulu dibersihkan,
dengan cara menyikat dinding dan dasar bak.
Setelah itu diberi larutan
oksalit sebanyak 10 ppm lalu disiram ke dasar dan
permukaan bak untuk menhilangkan kotoran dan parasit yang menempel pada bagian
dasar dan permukaan bak. Selanjutnya dinding dan dasar bak dibilas dengan air laut steril kemudian bak tersebut dikeringkan dengan sinar matahari selama 2 (dua) hari.
Bak
induk yang telah dikeringkan dipasangi
pipa pemasukan (in let) dan pipa pengeluaran (out let) beserta alat aerasi
sebanyak 9 buah. Selanjutnya bak tersebut diisi air dengan volume ± 50 ton.
3.4.2 Penebaran Induk
Induk
ikan kerapu (jantan dan betina) ditebar (dipelihara) dalam satu wadah.
Penebaran induk biasanya dilakukan pada pagi hari. Induk ikan
kerapu tikus yang digunakan sebanyak 31 ekor yang terdiri atas data sekunder
induk jantan sebanyak 7 ekor dan betina sebanyak 24 ekor. Induk-induk tersebut
dikawinkan dalam wadah (bak) volume 50 ton dengan sex ratio 1 : 3.
Induk
pejantan ikan kerapu dicirikan dengan tanda-tanda sekunder yaitu organ reproduksinya berupa benjolan dan berwarna kemerahan, sedangkan induk
betina pada organ reproduksinya terdapat 3 lubang dan berwarna kemerahan.
Selain itu, juga memiliki tanda-tanda sekunder untuk jantan yaitu jarak
antara sirip dubur dan sirip ekor lebih
panjang (rata-rata 7 cm), sedangkan
induk betina jarak sirip dubur
dan ekor lebih pendek (5 cm) dan bentuk badan oval (pendek).
3.4.3 Pemberian Pakan
Pakan berupa ikan segar
dari jenis ikan biji nangka (Upeneus
mullocensin) dan cumi-cumi (Loligo
spp) diberikan kepada induk ikan
kerapu tikus sebanyak 3-5 % dari
bobot biomassa. Pemberian pakan sebanyak satu kali dalam sehari yaitu diberikan pada
pagi atau sore hari. Selain pakan ikan segar dan cumi-cumi, juga di berikan vitamin C dan E. Dengan
dosis vitamin C 100 mg/kg dan vitamin E 50 mg/kg vitamin tersebut berupa kapsul
yang dimasukkan ke dalam badan (rongga perut) ikan
rucah atau cumi-cumi kemudian diberikan kepada induk ikan kerapu tikus sekali
seminggu.
3.4.5 Pematangan Gonad Induk
Teknik pematangan gonad induk ikan kerapu tikus
dilakukan dua cara yaitu melalui pemberian pakan ikan segar dan vitamin serta
manipulasi lingkungan. Pematangan gonad induk baik melalui pemberian pakan
maupun melalui manipulasi factor lingkungan dilakukan secara rutin dalam setiap
hari. Pematangan gonad melalui pemberian pakan dilakukan seperti Sub Bab
pemberian pakan.
Untuk pematangan gonad melalui manipulasi factor
lingkungan dilakukan dengan cara penyinaran secara langsung pada induk-induk
ikan kerapu tikus dalam bak. Teknik pematangan gonad induk ikan kerapu melalui
penyinaran guna memanipulasi factor suhu air adalah sebagai berikut :
v Air
dalam bak induk pada pagi hari diturunkan kedalamannya rata-rata 50 cm.
v Selanjutnya
dilakukan penyinaran terhadap induk selama 4 – 6 jam, dan pada sore hingga
menjelang malam hari volume air dalam bak ditambah dengan cara mengalirkan air
secara langsung ke dalam bak hingga kedalaman air mencapai batas ketinggian air maksimum (170
cm).
v Selanjunya
air dialirkan dengan sistem sirkulasi air yaitu dialirkan secara terus
menerus selama masa pemeliharaan.
v Perlakuan
ini dilakukan setiap hari sampai induk memijah pada awal bulan purnama atau pada akhir bulan gelap.
3.4.6
Pemijahan
Induk
Pemijahan induk dilakukan
secara alami dengan cara membiarkan ikan memijah sendiri. Pada
awal bulan purnama atau pada
akhir bulan gelap, mulai dilakukan
penyiapan pemijahan yaitu :
v Dilakukan
pemasangan kolektor telur berupa rangkaian jaring bentuk segi empat. Kemudian kolektor telur dipasang
pada bak kolektor. Selanjutnya
air yang ada dalam bak pemeliharan dialirkan
secara terus menerus selama induk
dalam proses pemeliharaan dan pemijahan.
3.4.7
Panen Telur (embrio)
v Proses
panen telur dilakukan pada pagi hari yaitu
pukul 06.00-07.00 WIB.
v Telur dari hasil pemijahan secara otomatis akan
terbawa aliran air ke dalam wadah penampungan telur (egg
collector). Selanjutnya
telur di dalam wadah penampungan, akan dipindahkan ke dalam bak fibre
glass volume 250 liter.
v Telur tersebut disortir dengan cara mengendapkan telur ikan
kerapu selama 15-30
menit. Telur yang baik akan melayang pada permukaan air dan transparan.
Sedangkan telur yang tidak dibuahi akan mengendap di dasar dan berwarna putih. Kemudian
telur
yang mengendap
akan dibuang dan telur yang
terapung dihitung.
3.4.8
Peubah
yang Diamati
v Jumlah
Telur (embrio)
Telur hasil
pemijahan melalui proses manipulasi
lingkungan dihitung dengan cara metode sampling. Jumlah telur
dari hasil sampling dihitung dengan metode volumetric, dengan menggunakan
rumus :
Jumlah
Telur =
x Volume Bak
v
Tingkat fertilisasi (Fertility rate)
Persentase pembuahan telur dihitung
dengan rumus:
Fertility (FR)
=
x
100 %
VI. HASIL
DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1 Jumlah Telur (embrio)
Jumlah
telur dari hasil pemijahan melalui manipulasi lingkungan selama mengikuti
kegiatan praktek di Balai Budidaya Air Payau (BBAP) Takalar di sajikan pada
table 3.
Table 3. Jumlah Telur dan
Tingkat Pembuahan:
No
|
Pemijahan
Tanggal/Bulan/
Tahun
|
Total
Telur (embrio)
|
Tingkat
Fertilisasi (%)
|
||
Jumlah
Telur
Keseluruhan
|
Telur
Terapung
|
Telur
Tenggelam
|
|||
1
|
17 – 04 – 2013
|
121.500
|
90.000
|
31.500
|
74,07
|
2
|
18 – 04 – 2013
|
132.000
|
101.400
|
30.100
|
76,81
|
3
|
19 – 04 – 2013
|
133.500
|
103.100
|
30.400
|
77,22
|
4
|
13 – 06 – 2013
|
442.500
|
307.300
|
135.200
|
69,44
|
5
|
14 – 06 – 2013
|
167.500
|
137.200
|
30.300
|
81,91
|
6
|
15 – 06 – 2013
|
171.000
|
135.500
|
35.500
|
79,23
|
8
|
Rata-rata
|
194.667
|
145.750
|
48.833
|
76,44
|
Sumber : Hasil PKPM
BBAP Takalar, 2013
4.1.2 Parameter Kualitas Air
Parameter mutu
air media (water quality) untuk induk
ikan kerapu tikus selama PKPM dapat dilihat pada Tabel 4
Tabel
4. Parameter kualitas (mutu) air laut pada bak pemeliharaan induk kerapu tikus:
No
|
Parameter
|
Hasil
pengamatan
|
Kisaran
Yang Dapat Ditolerir
|
1
|
Suhu
(oC)
|
27 – 31
|
27 – 32
|
2
|
Salinitas (ppt)
|
30 – 32
|
30- 32
|
3
|
Oksigen
(Do) (ppm)
|
5 – 6
|
5 – 6
|
4
|
pH
|
7 – 8
|
6,7-8.2
|
Sumber :
BBAP Taklar, 2013
4.2 Pembahasan
4.2.1 Jumlah Telur (embrio)
Berdasarkan
Tabel 3 diatas, rata-rata produksi telur (embrio) ikan kerapu tikus selama
mengikuti kegiatan praktek adalah 194.667
(embrio) dan total rata-rata yang terbuahi 145.750 embrio. Data tersebut menunjukkan bahwa mutu
telur ikan kerapu tikus dapat dicapai hingga 76,44 % melalui manipulasi faktor lingkungan (suhu
dan cahaya). Hal ini berarti teknik manipulasi faktor
lingkungan dapat meransang induk ikan kerapu tikus untuk memijah di dalam bak
terkontrol.
Selain
itu berdasarkan Tabel 3 di atas menunjukkan pematangan gonad induk ikan kerapu
tikus melalui manipulasi faktor
lingkungan dapat mencapai matang gonad (ovulasi). Hal ini dapat dilihat bahwa pada
musim pemijahan (bulan terang) ada induk yang memijah (Tabel 3). Fenomena
tersebut menunjukkan proses manipulasi
faktor lingkungan dengan cara pengurangan
volume air atau menurunkan ketinggian air di dalam bak induk hingga mencapai 50 cm, dan kondisi ini dibiarkan selama 4 – 6 jam untuk mendapatkan
sinar matahari langsung. Perlakuan
ini dapat menaikkan suhu air di dalam
bak induk 1-3° C (data PKPM, 2013).
Menurut Mujianto, (1996) manipulasi lingkungan dengan menaik turunkan
permukaan air dalam bak sehingga terjadi perubahan suhu secara mendadak yang
mampu meningkatkan kerja organ reproduksi.
Manipulasi lingkungan dengan metode penjemuran
dilakukan dengan pengaturan ketinggian air, cara ini bertujuan untuk membuat
fluktuasi tekanan air dan suhu berkisar 2-3 oC. (Fujita, (1992) dalam Rudi, 2012) Bahwa suhu mempunyai
pengaruh yang sangat besar terhadap proses reproduksi. Lebih jauh dikemukakan
oleh (Murray, (1971) dalam Ridwan,
2012) Suhu merangsang sistem
syaraf pusat dan hypothalamus dan
selanjutnya hypothalamus
mengeluarkan GnRH yang berpengaruh
terhadap pituitary yang merupakan
alat atau organ penghasil GtH yang bisa berpengaruh terhadap ovary untuk pematangan gonad dan
pemijahan.
Suhu yang di terima kulit (cutaneous) oleh organ
thermosensor di lanjutkan ke otak yaitu kelenjar hypothalamus dan condo spinalis yang menghasilkan hormone .Gonadotropin Releasing Hormone
(GnRH) dan Luteinizing Hormon Releasing
Hormone (LHRH) untuk merangsang kelenjar pituitary penghasil hormon Human
Corionic Gonadotropin (HCG) yang merangsang organ ”kelamin” pada ikan untuk
bereproduksi (Murray, (1971) dalam Ridwan, 2012).
Data pada Tabel 3 terlihat bahwa persentase
telur terapung (terbuahi) adalah 76,44 %. Telur ikan kerapu tikus yang yang baik
(normal) mengapung dan yang abnormal adalah tenggelam. Telur yang dibuahi berwarna bening/transparan, melayang
di badan air atau mengapung di permukaan air. Sifat mengapung pada telur ikan kerapu tikus
disebabkan oleh kandungan lipida yang terdapat dalam telur. (Kalmer, (1992)
mengemukakan bahwa lipida total merupakan komponen kedua setelah protein total
pada telur ikan yang merupakan bagian utama butiran minyak bebas yang membantu
daya apung telur dalam air.
Telur
yang terbuahi berdiameter 850 – 950 μ dan mempunyai gelembung minyak dengan
diameter 170 – 220 μ. Telur yang dibuahi akan mengalami perkembangan lebih
lanjut, terbentuk embrio dan menetas menghasilkan larva. Telur yang tidak
dibuahi akan berubah warna menjadi keruh atau putih dan mengendap di
dasar bak (Anonimous, 1999).
4.2.2 Parameter Kualitas Air
Berdasarkan Tabel 4 tersebut
di atas bahwa suhu air untuk pemeliharaan induk ikan kerapu tikus adalah antara
27 – 31 oC. Hal ini disebabkan karena wadah (bak) untuk
induk berarda di luar ruangan (out door)
sehingga udara pada malam hari relatif dingin dan pada siang hari sangat panas
oleh sinar mata hari. Suhu air untuk
pemeliharaan induk ikan kerapu tikus di BBAP Takalar masih pada batas yang
dapat mendukung kelangsungan hidup dan proses reproduksi ikan kerapu
tikus. Menurut Zoonneveld,1991), Suhu perairan yang
ideal untuk pertumbuhan ikan kerapu berkisar 27 – 32 oC.
Salinitas merupakan salah
satu faktor pembatas dalam kelangsungan hidup, pertumbuhan dan reproduksi ikan
kerapu. Kesesuaian salinitas sangat berperan dalam proses osmoregulasi tubuh,
kondisi yang terbaik untuk pertumbuhan dan reproduksi ikan adalah pada saat
lingkungan air isotonis dengan tubuh ikan.
Hal ini sangat menguntungkan karena energi yang digunakan untuk
osmoregulasi minimal sehingga sebagian besar energi dapat dipakai untuk proses
pertumbuhan (Akatusu dkk, 1992).
Saliniatas air laut untuk
induk ikan kerapu tikus selama mengikuti kegiatan di BBAP Takalar adalah 30- 32
ppt, berarti salinitas tersebut masih optimal untuk mendukung proses reproduksi
ikan kerapu tikus. Hal ini sesuai yang
dikemukakan oleh Suyanto, (1994) Salinitas yang optimal untuk pemeliharaaan
ikan kerapu tikus berkisar antara 31-33 ppt.
Oksigen terlarut untuk air media pemeliharaan induk ikan kerapu tikus adalah 5-6
ppm. Hal tersebut berati kisaran oksigen air
untuk pemeliharaan induk ikan kerapu tikus di BBAP Takalar masih dalam batas
kisaran yang layak (optimal) untuk mendukung kelangsungan hidup dan proses
reproduksi ikan kerapu. Menurut Kordi,
2010). Untuk proses reproduksi ikan
kerapu tikus dibutuhkan kisaran oksigen terlarut dalam air adalah 5
– 6 ppm.
Derajat keasaman (pH) air untuk media pemeliharaan induk ikan kerapu tikus
adalah 7 – 8. Hal tersebut berati pH air untuk pemeliharaan induk
ikan kerapu tikus di BBAP Takalar masih dalam kisaran yang layak (optimal) untuk pemeliharaan ikan
kerapu. Hal ini sesuai yang dikemukakan
oleh Suyatin,(1996). kisaran pH yang baik untuk pemeliharaan ikan
kerapu antara 6,7-8.2.
Parameter kualitas air selama proses
kegiatan teknik pematangan gonad dan pemijahan induk ikan kerapu Tikus (Cromileptes
altivelis) melalui manipulasi lingkungan di BBAP Takalar secara umum
kisaran parameter suhu, salinitas, DO dan pH dapat dikatakan masih dalam
kisaran optimal.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan
Berdasarkan data
hasil pemijahan induk ikan kerapu tikus secara alamiah melalui manipulasi lingkungan di BBAP Takalar dapat disimpulkan bahwa :
v Tingkat
kematangan dan kualiatas gonad yang dihasilkan melalui manipulasi faktor lingkungan dan pemberian
pakan ikan segar serta vitamin sangat menentukan mutu telur
(emberio).
v Berdasarkan hasil jumlah telur dengan rata-rata
182.714 dan jumlah telur
yang mengapung atau derajad pembuahan 76,44 %. Hasil
tersebut dapat di simpulkan bahwa teknik Pematangan gonad dan pemijahan induk
ikan kerapu tikus melalui manipulasi lingkungan cukup relatif tinggi.
5.2 Saran
v Dalam
porses pematangan gonad induk ikan kerapu tikus, selain manipulasi faktor
lingkungan, mutu pakan perlu
diperhatikan terutama dosis dan jenis vitamin guna memperbaiki kualitas telur
dan pemijahan.
DAFTAR PUSTAKA
Akatusu, A.A.,K.M. Ghazai.N.Teng, 1982.
Effect of salinity and water temperature on larva realing and fingerling
production of hamor epinephelus tauvina. Kuwait institute for scientific
research.
Akbar dan Sudaryanto. 2001. Pemilihan Lokasi Budidaya Pembesaran
Kerapu Macan (Ephinephelus
fusacogutattus) dan Kerapu Tikus (Cromileptesaltivelis) di Karamba
Jaring Apung. Balai Budidaya Laut
Lampung.Lampung.
Anonimous. 1999.
Pembenihan
Ikan Kerapu Tikus (Chromileptes
altivelis). Departemen Pertanian, Direktorat Jendral Perikanan,
Balai Budidaya Laut. Lampung
Arham.
2004. Teknik Pematangan Gonad Dan Pemijahan Induk Ikan Kerapu Tikus (Cromileptes altivelis) di Balai Budidaya
Air Payau (BBAP) Takalar. Tugas Akhir Praktek Kerja Pengalaman Mahasiswa
Politeknik Pertanian Negeri Pangkep.
Danakusumah,
E., 1998. Status Masa Kini Dan Masa Datang Perikanan Kerapu Di Indonesia. Sub
Balai Penelitian Budidaya Pantai Bojonegara, Serang.
Kamler, E. 1992.
Early life history of fish. an energetics approach. Chapman and Hall. London. hal 267 pp
Kordi
K. 2011. Buku pintar Budidaya 32 Ikan Laut Ekonomis. Penerbit Lily Publisher,
Yogyakarta.
Kordi,
G. H. dan Tamsil, A . 2010. Pembenihan Ikan Laut Ekonomis Secara Buatan.
Yogyakarta
Mujianto,
S. 1996. Budidaya Ikan Kerapu. Direktorat jennderal perikanan,
Balai Budidaya Air Payau Jepara, Jepara.
Nybakken, J.
W., 1988. Biologi laut. PT. Gramedia, Jakarta.
Ridwan, 2012. Manajemen
Pemeliharaan Induk Kerapu Tikus/Bebek (Cromileptes Altivelis) di Balai Budidaya Air Payau Takalar. Laporan
Praktek Kerja Lapang.
Rudi, 2012. Teknik pembenihan ikan kerapu tikus (C. altivelis). di Balai Budidaya Air Payau (BBAP) Takalar.
laporan praktek kerja lapang.
Subyakto, S dan Cahyaningsi, S.,
2003. Pembenihan Kerapu Skala Rumah Tangga. Kiat Mengatasi Permasalahan
Praktis. Penerbit PT. Agromedia Pustaka
Sudaryanto dan winjoyo.1999.
Produksi Telur : Pembenihan Ikan kerapu Tikus (Cropmiletes altives). Balai
Budidaya Lampung Ditjen Perikanan Departemen Pertanian.
Sudirman dan Yusri, 2008.
Biologi, Eksploitasi, Manajemen dan Budidaya kerapu. Penerbit. Yarsif
Watampone, Jakarta
Suitha, I. M. dan Sudirman, 1998. Rekayasa Teknik Pematangan
Kelamin Dan Pemijahan Ikan Kerapu Batik (Epinephelus Itjara) LBAP Takalar
Sunyoto, P.,1994. Pembesar Induk
Ikan Kerapu Dengan Keramba Jarring Apung. Penebar Swadaya, Jakarta.
Suyatin, 1996. Pemeliharaan Induk
Ikan Kerapu Macan di Hatchery BBAP Jepara, Fakultas Peternakan Jurusan
Perikanan, Universitas Hasanuddin.
Tampubulon,
dan Mulyadi. 1989. Pembenihan dan Pembesaran Ikan Kerapu Bebek. 2010. http://abzn
wordpress.com. [7 Maret 2010]. Diakses 10 Januari 2011
Zoonneveld, N.,E.A. Huisman dan J.H.
Bon, 1991. Prinsip-prinsip Budidaya Ikan. Gramedia, Jakarta.