dunia perikanan

Selasa, 15 Maret 2016

TUGAS AKHIR pembenihan ikan kerapu di bbap takalar



I.  PENDAHULUAN
1.1.  Latar Belakang
Indonesia sebagai negara maritim mempunyai potensi hasil perikanan laut yang besar, sehingga prospek pengembangannya cukup cerah. Perhatian pemerintah dalam sektor perikanan laut semakin besar dengan dibentuknya Departemen Kelautan dan Perikanan. Hal ini dilakukan dalam rangka pemanfaatan dan pemeliharaan potensi perikanan laut semaksimal mungkin sehingga dapat memenuhi kebutuhan gizi masyarakat Indonesia dan dapat mempertinggi pemasukan devisa negara. Salah satu  pemanfaatan dan pelestarian potensi sumberdaya laut adalah pembenihan dan budidaya  ikan kerapu tikus (Cromileptes altivelis).
Ikan kerapu tikus  merupakan salah satu komoditas perikanan yang mempunyai nilai jual cukup mahal  dan peluang ekonomi yang baik di pasaran domestik maupun pasar internasional. Dengan demikian pengembangan usaha budidaya kerapu tikus mempunyai prospek yang sangat cerah. Melihat prospeknya yang cerah dan peluang pasar yang cukup besar. Harga kerapu tikus di pasar lokal mencapai Rp.350.000 - Rp.400.000/kg. ketika berukuran kecil antara 4 - 5 cm, kerapu tikus dijadikan ikan hias, yang harganya Rp.5.000 - Rp.7.000. (Kordi, 2011)
Usaha pembenihan sangat perlu untuk dikembangkan karena benih hasil tangkapan dari alam semakin berkurang karena itu untuk memenuhi permintaan pasar yang semkin meningkat perlu dilakukan pengembangan pembenihan yang bertujuan untuk mencukupi permintaan benih secara kontinyu dan kearah pelestarian populasi di alam akibat penangkapan intesif. Untuk menjamin produksi benih yang berkelanjutan diperlukan ketersediaan telur berkualitas baik. Hal ini dapat dicapai melalui pemeliharaan induk dan pematangan gonad ikan secara terkontrol. pematangan gonad dan pemijahan dapat dirangsang melalui manipulasi lingkungan yaitu dengan cara menaik turunkan ketinggian permukaan air di dalam bak pemeliharaan.
1.2  Tujuan dan kegunaan
1.2.1  Tujuan
Penulisan tugas akhir ini untuk mengetahui teknik pematangan gonad dan pemijahan ikan kerapu tikus dalam bak terkontrol melalui manipulasi faktor lingkungan.
1.2.2  Kegunaan
Tulisan tugas akhir ini diharapkan dapat sebagai bahan informasi dan acuan tentang teknik pematangan gonad dan pemijahan ikan kerapu tikus melalui manipulasi faktor lingkungan.




II.  TINJAUAN PUSTAKA
2.1  Beberapa Aspek Biologi Ikan Kerapu Tikus
2.1.1  Klasifikasi
Sistematika ikan kerapu tikus (Cromileptes altivelis) menurut Randall (1987), sebagai berikut:
Filum
: Chordata
Subfilum
: Vertebrata
Class
: Osteichtyes
Ordo   
: Percomorphi
Subordo   
: Percoidae
Famili
: Serranidae
Subfamily
: Ephinephelinae
Genus
: Chormileptes
Species
: Chormileptes artivelis
Di Indonesia ikan kerapu tikus juga dikenal sebagai ikan kerapu bebek. Dalam dunia internasioal biasa juga disebut “ panther fish “ dan pada benih berukuran 4-5 cm dapat menjadi ikan hias air laut yang bias disebut “grece celly”. Dengan mengetahui, biologi ikan kerapu tikus (Cromileptes altivelis) maka usaha pembangunan teknologi budidaya ikan kerapu tikus dapat tercapai sehingga dapat mendukung kegiatan budidaya ikan yang saat ini sangat berkembang.

2.1.2  Morfologi Ikan Kerapu Tikus          
Menurut Akbar dan Sudaryanto (2001), dilihat dari bentuk morfologi, ikan kerapu tikus memiliki bentuk badan memanjang gepeng dan bentuk sirif ekor berbentuk bulat. Bentuk pipih (compressed) dimana bagian kepala lebih rendah dari bagian punggung, ukuran tebal tubuh antara 2,6-3,0 inchi, tidak memiliki gigi taring, lubang hidung posterior berbentuk bulan sabit dengan celah vertical, mulut berbentuk rounded. Ciri-ciri lainnya adalah tidak mempunyai gigi taring (canine), warna kulit abu-abu terang kehijauan dengan bintik-bintik hitam, kerapu ini sering juga di sebut dengan kerapu tikus. Kerapu tikus mempunyai sisik berbentuk sikloid, deskripsi sirip punggung (dorsal fin), 17-18, Sirip dubur (anal fin) 3-10, sirip dada (fectoral fin) 17-18, sirip ekor membulat, sisik garis linea lateralis 53-55.
Selanjutnya bentuk badan ikan kerapu tikus memanjang gepeng atau agak membulat, luasan antar pusat (kepala) cenderung cekung. Kepala ikan dewasa terdapat lekukan mata yang cekung sampai sirip punggung. Ketebalan tubuh sekitar 6,6-7,6 cm dari panjang spesifik. Panjang maksimal tubuhnya mencapai 70 cm. Ikan ini tidak mempunyai gigi canine (gigi pada geraham ikan). Lubang hidung besar berbentuk bulan sabit vertikal. Seluruh permukaan tubuh kerapu bebek berwarna putih (terang) hijau keabuan, berbintik bulat hitam dilengkapi sirip renang berbentuk melebar serta moncong kepala lancip menyerupai bebek atau tikus. Kerapu tikus muda, bintik hitamnya lebih besar dengan jumlah sedikit.

Morfologi dari ikan kerapu tikus dapat dilihat pada Gambar 1. Dibawah ini:

      Gambar 1. Morfologi ikan kerapu tikus (Cromileptes altivelis).
Keterangan :
A.    Mulut 
D.  Sirip dada
G.  Sirip Ekor
B.     Mata
E.  Sirip perut
H.  Sirip punggun
C.     Tutup insang
F.  Sirip anal

2. 2.   Habit dan Penyebaran
Ikan kerapu tikus adalah jenis ikan laut yang dapat ditemukan di daerah  subtropika dan tropika dari seluruh daerah lautan. Kebanyakan spesies ini tinggal di daerah karang, karang mati atau karang berlumpur. Ikan kerapu tikus ini sering pula ditemukan di daerah pasang dan di laut dengan kedalaman sekitar 40 m. Distribusi geografis ikan kerapu tikus dimulai dari pasifik selatan hingga pulau, Guam, New Caledonia dan Selatan Australia. Pada bagian timur Samudra Hindia dimulai dari barat Australia dan Nicobars. Sedangkan pada kepulauan Indonesia tersebar di Riau, Jawa, Bali, NTB, Sulawesi, Maluku dan Papua (Sudirman dan Yusri, 2008).
Kerapu muda biasanya hidup di perairan karang pantai dengan kedalaman 0,5-3 meter, setelah menginjak dewasa beruaya (berpindah) ke perairan yang lebih dalam yakni di kedalaman 7 - 40 meter. Biasanya perpindahan ini berlangsung pada siang dan sore hari. Telur dan larva kerapu bersifat pelagis (berada di kolom air). Sementara itu, kerapu muda hingga dewasa bersifat demersal/berdiam di dasar kolam (Tampubolon dan Mulyadi, 1989).
2. 3    Pakan Dan Kebiasaan Makan
Kerapu tikus adalah jenis ikan karnivora, pemakan ikan-ikan kecil, kepiting, dan udang-udangan. Ikan ini juga tanggap terhadap pakan buatan asalkan dilatih terlebih dahulu. Kerapu tikus juga mempunyai kecenderungan bersifat kanibal, namun sifat  kanibal ikan kerapu tikus tidak seperti jenis kerapu lainnya dikarenakan lebar bukaan mulut kerapu tikus lebih kecil. Ikan kerapu secara umum dikenal sebagai hewan karnivora yang buas dan rakus memakan berbagai jenis ikan, krustasea dan juga memakan cepalopoda (cumi-cumi). Ikan kerapu mempunyai kebiasaan makan pada siang dan malam hari dan lebih aktif pada waktu fajar dan senja hari (Tompubulon dan Muyadi, 1989).
2. 4      Siklus Reproduksi dan Kematangan Gonad
Ikan kerapu merupakan jenis ikan bertipe hermaprodit protogini, dimana proses diferensiasi gonadnya berjalan dari fase betina ke fase jantan atau ikan kerapu ini memulai siklus hidupnya sebagai ikan betina kemudian berubah menjadi ikan jantan. Fenomena perubahan jenis kelamin pada ikan kerapu sangat erat hubungannya dengan aktivitas pemijahan, umur, ukuran dan jenisnya. Perubahan kelamin sangat dipengaruhi oleh ukuran, umur, dan jenisnya, maka tiap jenis kerapu mengalami kematangan gonad pada ukuran dan umur yang berbeda pula. transisi dari betina ke jantan terjadi setelah mencapai umur 2,0 – 2,5 tahun. Pada umur 1,5 – 2,5 tahun, biasanya ikan masih berkelamin betina. Adapun umur ikan-ikan yang berumur 2,5 tahun ke atas berkelamin jantan.(Kordi, 2011)
2. 5      Pematangan  Gonad dan Pemijahan
Tingkat kematangan gonad merupakan dari proses reproduksi ikan, dimana waktu memijah terjadi perubahan warna, bentuk dan berat gonad (Nybakken, 1988). Tingkat pematangan gonad induk kerapu tikus dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu manipulasi lingkungan, pakan dan hormon.
Pemijahan adalah proses pengeluaran sel telur oleh induk betina dan sperma oleh induk jantan yang kemudian diikuti dengan pembuahan. Pemijahan sebagai salah satu fase dari reproduksi merupakan mata rantai siklus hidup yang menentukan kelangsungan hidup spesies. Pemijahan terdiri dari proses kopulasi (memilih pasangan dan bercumbu), ovulasi/spermiasi dan fertilisasi (Kordi dan Tamsil, 2010).
Selanjutnya ikan kerapu dapat dipijahkan secara alami yaitu dengan cara membiarkan ikan memijah sendiri dan Pemijahan buatan yaitu dengan menggunakan  teknik hypofisa, merangsang induk ikan dengan menambahkan sejumlah hormon gonadotropin.
Pasangan induk yang telah matang gonad bila disatukan, akan segera memijah akan tetapi ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pemijahan tersebut. Pertama yaitu musim pemijahan, letak geografis dan kondisi lingkungan dimana induk berada.  Musim pemijahan ikan kerapu tikus diteluk banten antara bulan juni-september di dalam keramba jaring apung dan bak terkontrol antara bulan Maret – Desember. Awal pemijahan biasanya terjadi pada bulan gelap, yaitu minus 3 sampai plus 5 awal bulan Induk ikan kerapu tikus bila terlambat memijah akan menyimpan telurnya dalam gonad selama 1-2 bulan, bila bulan berikutnya tidak memijah maka telur akan diabsorsi kembali. (Sudaryanto dan Winjoyo, 1999).
Ikan kerapu di habitat aslinya, kerapu melakukan pemijahan pada malam hari, yakni antara pukul 20.00 hingga 03.00. Biasanya, kerapu jantan akan berenang berputar-putar mengikuti kerapu betina. Setelah kerapu betina mengeluarkan telurnya, kerapu jantan akan mengeluarkan spermanya kemudian telur akan dibuahi oleh sperma. (Subyakto dan Cahyaningsih, 2003)
2. 6      Kualitas Air
Parameter kualitas air sangat menentukan layaknya suatu perairan sebagai lingkungan hidup suatu organisme. Beberapa parameter kualitas air yang sangat penting untuk kelangsungan hidup ikan antara lain suhu, salinitas, oksigan, dan derajat keasaman (pH).(Sunyoto, 1994)
Suhu adalah suatu besaran yang menyatakan ukuran derajat panas atau dinginnya suatu benda. Menurut Sunyoto (1994) Suhu perairan Indonesia berkisar pada 27 - 32 oC. Suhu air yang optimal untuk selera makan ikan adalah 25 - 27 oC.
Salinitas adalah tingkat keasinan atau kadar garam terlarut dalam air. Sunyoto, 1994) mengatakan bahwa ikan kerapu menyenangi air laut yang berkadar garam 33 - 35 ppt. Sedangkan menurut Danakusumah (1998), salinitas yang ideal untuk budidaya ikan kerapu adalah 27 - 34 ppt.
Oksigen terlarut yang ideal untuk ikan kerapu tikus yaitu 4 - 7 ppm (Danakusumah, 1998). Sedangkan Suitha dan Sudirman (1998) mengatakan bahwa oksigen terlarut untuk pemeliharaan induk ikan kerapu pada bak permanen terkontrol yaitu 8 - 10 ppm.
Menurut sunyoto (1994) pada umumnya pH air laut di perairan Indonesia 7,6 - 8,7. Sedangkan Danakusumah (1998) mengatakan bahwa pH air laut yang ideal untuk budidaya ikan kerapu berkisar antara 7,5 - 9,0.




III.  METODOLOGI
3.1  Waktu dan Tempat
Tugas akhir ini disusun berdasarkan hasil kegitan Pengalaman Kerja Praktek Mahasiswa (PKPM) yang dilaksanakan pada Maret hingga Juni 2013 di Balai Budidaya Air Payau Takalar (BBAPT), Desa Mappakalompo, Kecamatan Galesong, Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan.
3.2  Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan berdasarkan data hasil kegiatan pembenihan ikan kerapu terutama data tentang teknik pematangan induk. Data hasil kegiatan PKPM sebagai data primer, sedangkan data hasil konsultasi dengan pembimbing lapangan dan data dari hasil penelusuran  literatur digunakan sebagai data sekunder.
A.    Pengumpulan data primer
v  Data hasil pengukuran (pengamatan) terhadap kematangan gonad dan pemijahan yang dilakukan setiap  akhir bulan gelap atau  awal bulan purnama dalam setiap bulan.
v  Data hasil pengamatan digambarkan secara “deskriptif” lalu disajikan dalam bentuk Tabel dan Gambar.
B.      Pengumpulan data sekunder
Data sekunder diperoleh dari hasil  konsultasi dengan pembimbing di lapangan dan studi kepustakaan (literatur) sebagai data penunjang dalam tulisan tugas akhir ini.
3.3  Alat dan Bahan
3.3.1  Alat
Peralatan yang digunakan dalam kegiatan pematangan gonad dan pemijahan induk ikan kerapu  melalui manipulasi lingkungan seperti pada Tabel 1.
Tabel 1. Alat yang Digunakan dalam Pemeliharaan Induk Ikan Kerapu Tikus di BBAP Takalar :

No
Alat
Spesifikasi
Kegunaan
1
Bak Induk
50 Ton
Bak pemijahan
2
Bak kolektor
-
Bak Penampungan telur
3
Canical tank
Volume  250 liter
Bak penampungan telur
4
Pompa
Inter Dab/3,4 pk
Sirkulasi air
5
Pipa
Inter/3-4 inci
Saluran air
6
Styerofoam
-
Wadah pencucian induk
7
Lemari Pendingin
Frezer
Menyimpan pakan
8
Timbangan
25 kg
induk dan pakan
9
Meteran
100 meter
Mengukuran induk
10
Pisau
Pemotong
Memotong pakan
11
Scop net telur
500 mikron
Panen telur
12
Gelas ukur
200 ml
Sampling
13
Pipet
1 ml
Menghitung telur
14
Ember
Volume 10 liter
Alat penunjang
15
Gayung
Volume 2 liter
Alat penunjang
16
Perlengkapan aerasi
Blower
Suplai oksigen
17
Sikat dan sapu karet
-
Membersihkan bak
18
Selang spiral
-
Alat untuk menyipon
          Sumber : BBAP Takalar, 2013

3.3.2  Bahan
Bahan yang digunakan dalam  pemeliharaan  induk ikan kerapu  tikus  di Balai Budidaya Air Payau (BBAP) Takalar seperti pada Tabel  2:  
Table 2. Bahan yang digunakan dalam pemeliharaan Induk ikan kerapu tikus di   BBAP Takalar :
No
Bahan
Kegunaan
1
Induk ikan kerapu tikus
Untuk dipijahkan
2
Deterjen
Sterilisasi wadah
3
Oksalit
Sterilisasi wadah
4
Ikan rucah
Pakan induk ikan kerapu
5
Cumi-cumi
Pakan induk ikan kerapu
6
Air tawar
Pengobatan parasit
7
Enervon C
Vitamin untuk induk ikan kerapu tikus
8
Nature E
Vitamin untuk induk ikan kerapu tikus
Sumber : BBAP Takalar,  2013
3.4    Prosedur Kerja
3.4.1    Persiapan Wadah
Bak pemeliharaan induk volume 50 ton sebelum digunaka terlebih dahulu dibersihkan, dengan cara menyikat dinding dan dasar bak.  Setelah itu diberi  larutan oksalit sebanyak 10 ppm lalu disiram ke dasar dan permukaan bak untuk menhilangkan kotoran dan parasit yang menempel pada bagian dasar dan permukaan   bak.  Selanjutnya dinding  dan dasar bak  dibilas dengan air laut steril  kemudian bak tersebut  dikeringkan dengan sinar matahari selama  2 (dua) hari.
            Bak  induk yang telah dikeringkan dipasangi pipa pemasukan (in let) dan pipa pengeluaran (out let) beserta alat aerasi sebanyak 9 buah. Selanjutnya bak tersebut diisi air  dengan volume ± 50 ton.
3.4.2   Penebaran Induk
Induk ikan kerapu (jantan dan betina) ditebar (dipelihara) dalam satu wadah. Penebaran induk biasanya dilakukan pada pagi hari. Induk ikan kerapu tikus yang digunakan sebanyak 31 ekor yang terdiri atas data sekunder induk jantan sebanyak 7 ekor dan betina sebanyak 24 ekor. Induk-induk tersebut dikawinkan dalam wadah (bak) volume 50 ton dengan sex ratio 1 : 3.
Induk pejantan ikan kerapu dicirikan dengan tanda-tanda  sekunder yaitu organ reproduksinya  berupa benjolan  dan berwarna kemerahan, sedangkan induk betina pada organ reproduksinya terdapat 3 lubang dan berwarna kemerahan. Selain itu, juga memiliki tanda-tanda sekunder untuk jantan yaitu jarak antara  sirip dubur dan sirip ekor lebih panjang (rata-rata 7 cm), sedangkan  induk betina jarak  sirip dubur dan ekor lebih pendek (5 cm) dan bentuk badan oval (pendek).
3.4.3   Pemberian Pakan
Pakan berupa  ikan segar  dari jenis ikan biji nangka (Upeneus mullocensin)  dan cumi-cumi  (Loligo spp) diberikan kepada induk  ikan kerapu tikus sebanyak 3-5 % dari bobot  biomassa.  Pemberian pakan sebanyak  satu kali dalam sehari yaitu diberikan pada pagi  atau sore  hari. Selain pakan ikan segar dan cumi-cumi, juga di berikan vitamin C dan E. Dengan dosis vitamin C 100 mg/kg dan vitamin E 50 mg/kg vitamin tersebut berupa kapsul yang dimasukkan ke dalam badan (rongga perut) ikan rucah atau cumi-cumi kemudian diberikan kepada induk ikan kerapu tikus sekali seminggu.
3.4.5    Pematangan Gonad Induk
Teknik pematangan gonad induk ikan kerapu tikus dilakukan dua cara yaitu melalui pemberian pakan ikan segar dan vitamin serta manipulasi lingkungan. Pematangan gonad induk baik melalui pemberian pakan maupun melalui manipulasi factor lingkungan dilakukan secara rutin dalam setiap hari. Pematangan gonad melalui pemberian pakan dilakukan seperti Sub Bab pemberian pakan. 
Untuk pematangan gonad melalui manipulasi factor lingkungan dilakukan dengan cara penyinaran secara langsung pada induk-induk ikan kerapu tikus dalam bak. Teknik pematangan gonad induk ikan kerapu melalui penyinaran guna memanipulasi factor suhu air adalah sebagai berikut :
v  Air dalam bak induk pada pagi hari diturunkan kedalamannya rata-rata 50 cm.
v  Selanjutnya dilakukan penyinaran terhadap induk selama 4 – 6 jam, dan pada sore hingga menjelang malam hari volume air dalam bak ditambah dengan cara mengalirkan air secara langsung ke dalam bak hingga kedalaman air mencapai batas ketinggian air maksimum (170 cm).
v  Selanjunya air dialirkan dengan sistem sirkulasi air yaitu dialirkan secara terus menerus  selama masa pemeliharaan.
v  Perlakuan ini dilakukan setiap hari sampai induk memijah pada awal bulan purnama  atau pada akhir bulan gelap.

3.4.6        Pemijahan Induk
Pemijahan induk dilakukan secara alami dengan cara membiarkan ikan memijah sendiri. Pada awal bulan purnama  atau pada akhir bulan gelap,  mulai dilakukan penyiapan pemijahan  yaitu :
v  Dilakukan pemasangan kolektor telur  berupa  rangkaian jaring bentuk segi empat. Kemudian kolektor telur dipasang pada bak kolektor. Selanjutnya air  yang ada dalam bak pemeliharan dialirkan secara terus menerus selama induk dalam proses pemeliharaan dan pemijahan.

3.4.7        Panen  Telur (embrio)

v  Proses panen telur dilakukan pada pagi hari yaitu  pukul 06.00-07.00 WIB.
v  Telur dari hasil pemijahan secara otomatis akan terbawa aliran air ke dalam wadah penampungan telur  (egg collector). Selanjutnya telur di dalam wadah penampungan, akan dipindahkan ke dalam bak fibre glass volume 250 liter.
v  Telur tersebut  disortir dengan cara mengendapkan telur ikan kerapu selama 15-30 menit. Telur yang baik akan melayang pada permukaan air dan transparan. Sedangkan telur yang tidak dibuahi akan mengendap di dasar dan berwarna putih. Kemudian telur yang mengendap akan dibuang dan telur yang terapung dihitung.

3.4.8        Peubah yang Diamati

v  Jumlah Telur (embrio)
Telur  hasil pemijahan  melalui proses manipulasi lingkungan dihitung dengan cara  metode sampling.  Jumlah telur  dari hasil sampling  dihitung  dengan metode volumetric, dengan menggunakan  rumus :
            Jumlah Telur  =   x Volume Bak
v  Tingkat fertilisasi (Fertility rate) Persentase pembuahan telur dihitung  dengan rumus:
Fertility (FR)  =    x 100 %









VI. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1  Jumlah Telur (embrio)
            Jumlah telur dari hasil pemijahan melalui manipulasi lingkungan selama mengikuti kegiatan praktek di Balai Budidaya Air Payau (BBAP) Takalar di sajikan pada table 3.
Table 3. Jumlah Telur  dan Tingkat Pembuahan:

No
Pemijahan
Tanggal/Bulan/
Tahun
Total Telur   (embrio)
Tingkat Fertilisasi (%)
Jumlah Telur
Keseluruhan
Telur Terapung
Telur Tenggelam
1
17 – 04 – 2013
121.500
90.000
31.500
74,07
2
18 – 04 – 2013
132.000
101.400
30.100
76,81
3
19 – 04 – 2013
133.500
103.100
30.400
77,22
4
13 – 06 – 2013
442.500
307.300
135.200
69,44
5
14 – 06 – 2013
167.500
137.200
30.300
81,91
6
15 – 06 – 2013
171.000
135.500
35.500
79,23
8
Rata-rata
194.667
145.750
48.833
76,44
           Sumber : Hasil PKPM BBAP Takalar, 2013


4.1.2  Parameter Kualitas Air
Parameter mutu air media (water quality) untuk induk ikan kerapu tikus selama PKPM dapat dilihat pada Tabel 4
Tabel 4. Parameter kualitas (mutu) air laut pada bak pemeliharaan  induk kerapu tikus:
No
Parameter
Hasil pengamatan
Kisaran Yang Dapat Ditolerir
1
Suhu  (oC)
27 – 31
27 – 32
2
Salinitas  (ppt)
30 – 32
30- 32
3
Oksigen (Do)  (ppm)
5 – 6
5 – 6
4
pH
7 – 8
6,7-8.2
           Sumber : BBAP Taklar, 2013
4.2  Pembahasan
4.2.1  Jumlah Telur (embrio)
Berdasarkan Tabel 3 diatas, rata-rata produksi telur (embrio) ikan kerapu tikus selama mengikuti kegiatan  praktek adalah 194.667 (embrio) dan total rata-rata yang terbuahi 145.750  embrio. Data tersebut menunjukkan bahwa mutu telur ikan kerapu tikus dapat dicapai hingga 76,44 %  melalui manipulasi faktor lingkungan (suhu dan cahaya).  Hal ini berarti teknik manipulasi faktor lingkungan dapat meransang induk ikan kerapu tikus untuk memijah di dalam bak terkontrol.
Selain itu berdasarkan Tabel 3 di atas menunjukkan pematangan gonad induk ikan kerapu tikus melalui  manipulasi faktor lingkungan dapat mencapai matang gonad (ovulasi). Hal ini dapat dilihat bahwa pada musim pemijahan (bulan terang) ada induk yang memijah (Tabel 3). Fenomena tersebut menunjukkan  proses manipulasi faktor lingkungan  dengan cara pengurangan volume air atau menurunkan ketinggian air di dalam bak induk  hingga mencapai  50 cm, dan kondisi ini dibiarkan selama 4 – 6 jam untuk mendapatkan sinar matahari langsung. Perlakuan ini dapat menaikkan suhu air  di dalam bak induk 1-3° C  (data PKPM, 2013).
Menurut Mujianto, (1996) manipulasi lingkungan dengan menaik turunkan permukaan air dalam bak sehingga terjadi perubahan suhu secara mendadak yang mampu meningkatkan kerja organ reproduksi. Manipulasi lingkungan dengan metode penjemuran dilakukan dengan pengaturan ketinggian air, cara ini bertujuan untuk membuat fluktuasi tekanan air dan suhu berkisar 2-3 oC. (Fujita, (1992) dalam Rudi, 2012) Bahwa suhu mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap proses reproduksi. Lebih jauh dikemukakan oleh (Murray, (1971) dalam Ridwan, 2012) Suhu merangsang sistem syaraf pusat dan hypothalamus dan selanjutnya hypothalamus mengeluarkan  GnRH yang berpengaruh terhadap pituitary yang merupakan alat atau organ penghasil GtH yang bisa berpengaruh terhadap ovary untuk pematangan gonad dan pemijahan.
Suhu yang di terima kulit (cutaneous) oleh organ thermosensor di lanjutkan ke otak yaitu kelenjar hypothalamus dan condo spinalis yang menghasilkan hormone .Gonadotropin Releasing Hormone (GnRH) dan Luteinizing Hormon Releasing Hormone (LHRH) untuk merangsang kelenjar pituitary penghasil hormon Human Corionic Gonadotropin (HCG) yang merangsang organ ”kelamin” pada ikan untuk bereproduksi (Murray, (1971) dalam Ridwan, 2012).
Data pada Tabel 3 terlihat bahwa persentase telur terapung (terbuahi) adalah 76,44 %. Telur ikan kerapu tikus yang yang baik (normal) mengapung dan yang abnormal adalah tenggelam. Telur yang dibuahi berwarna bening/transparan, melayang di badan air atau mengapung di permukaan air. Sifat mengapung pada telur ikan kerapu tikus disebabkan oleh kandungan lipida yang terdapat dalam telur. (Kalmer, (1992) mengemukakan bahwa lipida total merupakan komponen kedua setelah protein total pada telur ikan yang merupakan bagian utama butiran minyak bebas yang membantu daya apung telur dalam air.
Telur yang terbuahi berdiameter 850 – 950 μ dan mempunyai gelembung minyak dengan diameter 170 – 220 μ. Telur yang dibuahi akan mengalami perkembangan lebih lanjut, terbentuk embrio dan menetas menghasilkan larva. Telur yang tidak dibuahi akan berubah warna menjadi keruh  atau putih dan mengendap di dasar bak (Anonimous, 1999).
4.2.2  Parameter Kualitas Air
Berdasarkan Tabel 4 tersebut di atas bahwa suhu air untuk pemeliharaan induk ikan kerapu tikus adalah antara 27 – 31 oC.  Hal ini disebabkan karena wadah (bak) untuk induk berarda di luar ruangan (out door) sehingga udara pada malam hari relatif dingin dan pada siang hari sangat panas oleh sinar mata hari.  Suhu air untuk pemeliharaan induk ikan kerapu tikus di BBAP Takalar masih pada batas yang dapat mendukung kelangsungan hidup dan proses reproduksi ikan kerapu tikus.   Menurut Zoonneveld,1991), Suhu perairan yang ideal untuk pertumbuhan ikan kerapu berkisar 27 – 32 oC.
Salinitas merupakan salah satu faktor pembatas dalam kelangsungan hidup, pertumbuhan dan reproduksi ikan kerapu. Kesesuaian salinitas sangat berperan dalam proses osmoregulasi tubuh, kondisi yang terbaik untuk pertumbuhan dan reproduksi ikan adalah pada saat lingkungan air isotonis dengan tubuh ikan.  Hal ini sangat menguntungkan karena energi yang digunakan untuk osmoregulasi minimal sehingga sebagian besar energi dapat dipakai untuk proses pertumbuhan (Akatusu dkk, 1992). 
Saliniatas air laut untuk induk ikan kerapu tikus selama mengikuti kegiatan di BBAP Takalar adalah 30- 32 ppt, berarti salinitas tersebut masih optimal untuk mendukung proses reproduksi ikan kerapu tikus.  Hal ini sesuai yang dikemukakan oleh Suyanto, (1994) Salinitas yang optimal untuk pemeliharaaan ikan kerapu tikus berkisar antara 31-33 ppt.
            Oksigen terlarut untuk air media pemeliharaan induk ikan kerapu tikus adalah 5-6 ppm. Hal tersebut berati kisaran oksigen air untuk pemeliharaan induk ikan kerapu tikus di BBAP Takalar masih dalam batas kisaran yang layak  (optimal)  untuk mendukung kelangsungan hidup dan proses reproduksi ikan kerapu.  Menurut Kordi, 2010). Untuk proses  reproduksi ikan kerapu tikus dibutuhkan kisaran oksigen terlarut dalam air adalah 5 – 6 ppm.
            Derajat keasaman (pH) air untuk media pemeliharaan induk ikan kerapu tikus adalah 7 – 8. Hal tersebut berati pH air untuk pemeliharaan induk ikan kerapu tikus di BBAP Takalar masih dalam kisaran yang layak  (optimal) untuk pemeliharaan ikan kerapu.  Hal ini sesuai yang dikemukakan oleh Suyatin,(1996).  kisaran pH yang baik untuk pemeliharaan ikan kerapu antara 6,7-8.2.
Parameter kualitas air selama proses kegiatan teknik pematangan gonad dan pemijahan induk ikan kerapu Tikus (Cromileptes altivelis) melalui manipulasi lingkungan di BBAP Takalar secara umum kisaran parameter suhu, salinitas, DO dan pH dapat dikatakan masih dalam kisaran optimal.











V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1       Kesimpulan
Berdasarkan data hasil pemijahan induk ikan kerapu tikus secara alamiah melalui manipulasi lingkungan  di BBAP Takalar dapat disimpulkan bahwa :
v  Tingkat kematangan dan kualiatas gonad yang dihasilkan melalui manipulasi faktor lingkungan dan pemberian pakan ikan segar serta vitamin sangat menentukan mutu telur (emberio).
v  Berdasarkan hasil jumlah telur dengan rata-rata 182.714 dan jumlah telur yang mengapung atau derajad pembuahan 76,44 %. Hasil tersebut dapat di simpulkan bahwa teknik Pematangan gonad dan pemijahan induk ikan kerapu tikus melalui manipulasi lingkungan cukup relatif tinggi.
5.2     Saran
v  Dalam porses pematangan gonad induk ikan kerapu tikus, selain manipulasi faktor lingkungan, mutu pakan  perlu diperhatikan terutama dosis dan jenis vitamin guna memperbaiki kualitas telur dan pemijahan.






DAFTAR PUSTAKA

Akatusu, A.A.,K.M. Ghazai.N.Teng, 1982. Effect of salinity and water temperature on larva realing and fingerling production of hamor epinephelus tauvina. Kuwait institute for scientific research.
Akbar dan Sudaryanto. 2001. Pemilihan Lokasi Budidaya Pembesaran Kerapu Macan (Ephinephelus fusacogutattus) dan Kerapu Tikus (Cromileptesaltivelis) di Karamba Jaring Apung.  Balai Budidaya Laut Lampung.Lampung.
Anonimous. 1999. Pembenihan Ikan Kerapu Tikus (Chromileptes altivelis). Departemen Pertanian, Direktorat Jendral Perikanan, Balai Budidaya Laut. Lampung
Arham. 2004. Teknik Pematangan Gonad Dan Pemijahan Induk Ikan Kerapu Tikus (Cromileptes altivelis) di Balai Budidaya Air Payau (BBAP) Takalar. Tugas Akhir Praktek Kerja Pengalaman Mahasiswa Politeknik Pertanian Negeri Pangkep.
Danakusumah, E., 1998. Status Masa Kini Dan Masa Datang Perikanan Kerapu Di Indonesia. Sub Balai Penelitian Budidaya Pantai Bojonegara, Serang.
Kamler, E. 1992. Early life history of fish. an energetics approach. Chapman and Hall. London. hal 267 pp
Kordi K. 2011. Buku pintar Budidaya 32 Ikan Laut Ekonomis. Penerbit Lily Publisher, Yogyakarta.
Kordi, G. H. dan Tamsil, A . 2010. Pembenihan Ikan Laut Ekonomis Secara Buatan. Yogyakarta

Mujianto, S. 1996. Budidaya Ikan Kerapu. Direktorat jennderal perikanan, Balai Budidaya Air Payau Jepara, Jepara.
Nybakken, J. W., 1988. Biologi laut. PT. Gramedia, Jakarta.
Ridwan, 2012. Manajemen Pemeliharaan Induk Kerapu Tikus/Bebek (Cromileptes Altivelis) di Balai Budidaya Air Payau Takalar. Laporan Praktek Kerja Lapang.
Rudi, 2012. Teknik pembenihan ikan kerapu tikus (C. altivelis). di Balai Budidaya Air Payau (BBAP) Takalar. laporan praktek kerja lapang.
Subyakto, S dan Cahyaningsi, S., 2003. Pembenihan Kerapu Skala Rumah Tangga. Kiat Mengatasi Permasalahan Praktis. Penerbit PT. Agromedia Pustaka
Sudaryanto dan winjoyo.1999. Produksi Telur : Pembenihan Ikan kerapu Tikus (Cropmiletes altives). Balai Budidaya Lampung Ditjen Perikanan Departemen Pertanian.
Sudirman dan Yusri, 2008. Biologi, Eksploitasi, Manajemen dan Budidaya kerapu. Penerbit. Yarsif Watampone, Jakarta
Suitha, I. M. dan Sudirman, 1998. Rekayasa Teknik Pematangan Kelamin Dan Pemijahan Ikan Kerapu Batik (Epinephelus Itjara) LBAP Takalar
Sunyoto, P.,1994. Pembesar Induk Ikan Kerapu Dengan Keramba Jarring Apung. Penebar Swadaya, Jakarta.
Suyatin, 1996. Pemeliharaan Induk Ikan Kerapu Macan di Hatchery BBAP Jepara, Fakultas Peternakan Jurusan Perikanan, Universitas Hasanuddin.
Tampubulon, dan Mulyadi. 1989. Pembenihan dan Pembesaran Ikan Kerapu Bebek. 2010. http://abzn wordpress.com. [7 Maret 2010]. Diakses 10 Januari 2011
Zoonneveld, N.,E.A. Huisman dan J.H. Bon, 1991. Prinsip-prinsip Budidaya Ikan. Gramedia, Jakarta.




















Tidak ada komentar:

Posting Komentar